"Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sodaqoh. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orangnya, dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat."

Selasa, 25 Desember 2012

Ali Bin Abu Thalib

"Tidak ada pedang, setajam pedang Zulfikar dan tidak ada pemuda yang setangguh Ali bin Abu Thalib"
Demikianlah slogan yang selalu didengung-dengungkan oleh kaum muslimin ketika perang Uhud yang amat dahsyat itu tengah berlangsung. Dalam perang tersebut, Ali bin Abu Thalib memperlihatkan ketangguhannya sebagai seorang pahlawan islam yang gagah perkasa. Ia di kenal sebagai jagoan bangsa Arab yang mempunyai kemahiran memainkan pedang dengan tangguh. Sementara itu, baju besi yang dimilikinya berbentuk tubuh bagian depan di kedua sisi, dan tidak ada bagian belakangnya. Ketika di tanya,"Mengapa baju besimu itu tidak dibuatkan bagian belakangnya, Hai Abu Husein?" Maka Ali bin Abu Thalib akan menjawabnya dengan mudah,"Kalau seandainya aku menghadapi musuhku dari belakang, niscaya aku akan binasa."
Ketika terjadi perang Badar antara kaum muslimin dan kaum kafir Quraisy, di mana kaum muslimin memperoleh kemenangan yang telak, maka korban yang berjatuhan di pihak kaum Quraisy berjumlah tujuh puluh orang. Konon sepertiga korban yang tewas dari pihak kaum Quraisy pada perang badar itu merupakan persembahan khusus dari Ali bin Abu Thalib dan Hamzah bin Abdul Muthalib.
Sementara itu Amru bin Wud Al 'Amiri, seorang jawara yang tangguh dari kaum kafir Quraisy ikut serta dalam perang Khandak. Dengan angkuhnya ia menari-nari di atas kudanya sambil memainkan pedangnya dan mengejek kaum muslimin seraya berkata,"Hai kaum muslimin, manakah surga yang telah dijanjikan kepadamu bahwa orang yang gugur diantaramu akan masuk kedalamnya? inilah dia surga yang kini berada di hadapan-mu, maka sambutlah."

Utsman Bin Affan

Pada tahun pertama dari khilafah Usman bin Affan, yaitu tahun 24 Hijriah, negeri Rayyi berhasil ditaklukkan. Sebelumnya, negeri ini pernah ditaklukkan, tetapi kemudian dibatalkan. Pada tahun yang sama, berjangkit wabah demam berdarah yang menimpa banyak orang. Khalifah Usman bin Affan sendiri terkena sehingga beliau tidak dapat menunaikan ibadah haji. Pada tahun ini, Usman bin Affan mengangkat Sa'ad bin Abi Waqqash menjadi gubernur Kufah menggantikan Mughirah bin Syu'bah.
Di tahun 25 Hijriah, Usman bin Affan memecat Sa'ad bin Abi Waqqash dari jabatan gubernur Kufah dan sebagai gantinya diangkatlah Walid bin Uqbah bin Abi Mu'ith (seorang shahabi dan saudara seibu dengan Usman bin Affan). Inilah sebab pertama dituduhnya Usman bin Affan melakukan nepotisme.
Pada tahun 26 Hijriah, Usman bin Affan melakukan perluasan Masjidil Haram dengan membeli sejumlah tempat dari para pemiliknya lalu disatukan dengan masjid. Pada tahun 17 Hijriah, Mu'awiyah melancarkan serangan ke Qubrus (Siprus) dengan membawa pasukannya menyeberangi lautan. Di antara pasukan ini terdapat Ubadah bin Shamit dan istrinya, Ummu Haram binti Milhan al-Ansharish. Dalam perjalanan, Ummu Haram jatuh dari kendaraannya kemudian syahid dan dikuburkan di sana. Nabi saw pernah memberi-tahukan kepada Ummu Haram tentang pasukan ini, seraya berdoa agar Ummu Haram menjadi salah seorang dari anggota pasukan ini. Pada tahun ini, Usman bin Affan menurunkan Amru bin Ash dari jabatan gubernur Mesir dan sebagai gantinya diangkatlah Abdullah bin Sa'ad bin Abi Sarh. Dia kemudian menyerbu Afrika dan berhasil menaklukkannya dengan mudah. Di tahun ini pula, Andalusia berhasil ditaklukkan.
Tahun 29 Hijriah, negeri-negeri lain berhasil ditaklukkan. Pada tahun ini, Usman bin Affan memperluas masjid Madinah al- Munawarah dan membangunnya dengan batu-batu berukir. Ia membuat tiangnya dari batu dan atapnya dari kayu (tatal). Panjangnya 160 depa dan luasnya 150 depa.
Negeri-negeri Khurasan ditaklukkan pada tahun ke-30 Hijriah sehingga banyak terkumpul kharaj (infaq penghasilan) dan harta dari berbagai penjuru. Allah memberikan karunia yang melimpah dari semua negeri kepada kaum Muslimin.

Umar Bin Khattab

Salah satu dari doa Rasulullah pada saat Islam masih dalam tahap awal penyebaran dan masih lemah. Doa itu segera dikabulkan oleh Allah. Allah memilih Umar bin Khattab sebagai salah satu pilar kekuatan islam, sedangkan Amr bin Hisham meninggal sebagai Abu Jahal.
Umar bin Khattab dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah saw. Ayahnya bernama Khattab dan ibunya bernama Khatmah. Perawakannya tinggi besar dan tegap dengan otot-otot yang menonjol dari kaki dan tangannya, jenggot yang lebat dan berwajah tampan, serta warna kulitnya coklat kemerah-merahan.
Beliau dibesarkan di dalam lingkungan Bani Adi, salah satu kaum dari suku Quraisy. Beliau merupakan  khalifah kedua didalam islam setelah Abu Bakar As Siddiq.
Nasabnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qarth bin Razah bin 'Adiy bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib. Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi pada kakeknya Ka'ab. Antara beliau dengan Nabi selisih 8 kakek. lbu beliau bernama Hantamah binti Hasyim bin al-Mughirah al-Makhzumiyah. Rasulullah memberi beliau "kun-yah" Abu Hafsh (bapak Hafsh) karena Hafshah adalah anaknya yang paling tua; dan memberi "laqab" (julukan) al Faruq.

Abu Bakar As Siddiq

Abu Bakar As Siddiq ayah dari Aisyah istri Nabi Muhammad SAW. Namanya yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Rasulullah Saw menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Abu Bakar As Siddiq atau Abdullah bin Abi Quhafah (Usman) bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr al-Quraisy at-Taimi. Bertemu nasabnya dengan Nabi saw kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai, kakek yang keenam. Dan ibunya, Ummul-Khair, sebenarnya bernama Salma binti Sakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim. Nabi Muhammad Saw juga memberinya gelar As Siddiq (artinya 'yang berkata benar'), sehingga ia lebih dikenal dengan nama Abu Bakar as-Siddiq.
Abu Bakar As Siddiq tumbuh dan besar di Mekah dan tidak pernah keluar dari Mekah kecuali untuk tujuan dagang dan bisnis. Beliau memiliki harta kekayaan yang sangat banyak dan kepribadian yang sangat menarik, memiliki kebaikan yang sangat banyak, dan sering melakukan perbuatan-perbuatan yang terpuji. Sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ibnu Dughunnah, sesungguhnya engkau selalu menyambung tali kasih dan keluarga, bicaramu selalu benar, dan kau menanggung banyak kesulitan, kau bantu orang-orang yang menderita dan kau hormati tamu.

Selasa, 04 Desember 2012

Imam Mahdi dan Tanda-tanda kedatangannya


Imam Mahdī (Arab الإمام المهدي, Muhammad al-Mahdī, Mehdi; "Seseorang yang memandu") adalah seorang muslim berusia muda yang akan dipilih oleh Allah untuk menghancurkan semua kezaliman dan menegakkan keadilan di muka bumi sebelum datangnya hari kiamat.
Imam Mahdi sebenarnya adalah sebuah nama gelar sebagaimana halnya dengan gelar khalifah, amirul mukminin dan sebagainya. Imam Mahdi dapat diartikan secara bebas bermakna "Pemimpin yang telah diberi petunjuk". Dalam bahasa Arab, kata Imam berarti "pemimpin", sedangkan Mahdi berarti "orang yang mendapat petunjuk".
Nama Imam Mahdi sebenarnya

Sabtu, 05 Mei 2012

Cinta Laki - Laki Biasa

Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya.

Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.
Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi.Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.

Cerpen Cinta Remaja - First Boyfriend

Alfath Riedho…
Sebuah nama sebuah cerita.Alfath,begitulah orang-orang biasa memanggilnya. Seseorang yang kini hadir dalam kehidupanku.Sedikit pun aku ga berpikir bisa  menjadi seorang yang bisa mengisi kehampaan hatinya.Menemani di setiap malam nya,menyapa hari paginya,mengisi setiap ruang kosong pikirannya,dan mengisi ruang kosong di hatinya,. ciee :-p hihi

Datang tiba-tiba di kehidupanku,tanpa ada pikiran dan feeling apa pun. Dia yang pertama memulai semua ini di sebuah akun jejaring social.Dengan perkenalan yang singkat yang akhirnya terciptalah sebuah cerita dalam kehidupanku.Cerita aku dan dia,salah satu cerita indah yang pernah terjadi selama aku hidup.Selama aku berdiri tegak  di bumi ini.Cerita indah bersamanya yang aku alami ketika aku sedang dalam proses menjadi seorang wanita dewasa.Mungkin kalau di bilang dewasa belum sesuai atau belum pantas,tepatnya aku yang masih dalam proses awal menuju dewasa yaitu masa remaja :-D. Cerita bersamanya,yang belum pernah aku alami dengan orang lain.


Tempat Bersejarah Umat Islam

sejarah Agama Islam yang panjang meninggalkan beberapa tempat bersejarah yang masih dapat dilihat sampai saat ini. Tempat bersejarah tersebut sangat penting artinya bai umat Islam karena mempunyai nilai historis yang tinggi. Berikut ini adalah beberapa bangunan dan tempat bersejarah bagi umat Islam yang terletak di wilayah Jazirah Arab.

Kisah Perang Tabuk

Peristiwa rumah-tangga, ketegangan dan kegelisahan yang timbul antara Nabi dengan istri-istrinya tidak sampai mengubah segala sesuatu mengenai masalah-masalah umum.

Setelah Mekkah dibebaskan dan penduduk kota itu menerima Islam, sekarang masalah-masalah umum itu sudah terasa makin penting sekali. Seluruh masyarakat Arab sudah mulai merasakan betapa pentingnya hal itu.

Rumah Suci (Ka'bah) sudah merupakan tempat suci buat orang Arab, tempat mereka berziarah sejak berabad-abad lamanya. Rumah Suci ini dan segala sesuatunya yang berhubungan dengan itu—penjagaan, penyediaan makanan dan air serta hal-hal yang berhubungan dengan masalah haji dari pelbagai macam upacara—kini berada di tangan Nabi Muhammad SAW dan di bawah undang-undang agama baru ini.

Sementara perhatian Rasulullah sedang diarahkan ke seluruh Jazirah Arab supaya jangan lagi ada pihak yang akan dapat menggoyahkan dan mengganggu keamanan kaum Muslimin, tiba-tiba ada berita yang sampai kepada beliau bahwa pihak Romawi sedang menyiapkan pasukan hendak menyerang perbatasan tanah Arab sebelah utara.

Rasulullah kemudian menyeru seluruh kabilah agar bersiap-siap menghadapi pasukan Romawi.  Beliau juga meminta orang-orang kaya dari kalangan Muslimin supaya ikut serta menyiapkan pasukan dengan harta yang mereka miliki.

Ada yang menyambut seruan Rasulullah dengan hati gembira disertai keimanan yang mendalam karena kembali berjihad di jalan Allah. Ada yang cemas, gentar, ketakutan, bahkan ragu-ragu.

Golongan pertama dengan segera menyambut seruan Rasulullah. Orang-orang kaya diantara mereka menyerahkan semua harta demi perjuangan di jalan Allah dengan tulus ikhlas, dan harapan dapat meraih syahid.

Sedang golongan kedua masih merada berat hati. Mereka mulai mencari-cari alasan sambil berbisik-bisik sesama mereka dan mencemooh ajakan Rasulullah untuk menghadapi suatu peperangan yang jauh, dalam cuaca yang begitu panas membakar. Itulah orang-orang munafik, yang karena mereka Surah At-Taubah turun. Surah yang berisi ajakan perjuangan yang paling besar dan paling tegas menyampaikan ancaman Allah kepada mereka yang menolak ajakan Rasulullah.

Rasulullah melihat bahwa mereka tidak dapat dibiarkan begitu saja, karena dikhawatirkan akan memengaruhi kaum Muslimin lainnya. Beliau pun mengambil tindakan tegas. Orang-orang munafik ini berkumpul di rumah seorang Yahudi bernama Sulaim. Mereka hendak menghalang-halangi orang-orang beriman dan memprovokasi mereka umat Muslim agar jangan ikut berperang.

Rasulullah kemudian mengutus Talhah bin Ubaidillah dan beberapa orang sahabat untuk menghadapi mereka. Akhirnya, rumah tersebut dibakar. Sementara orang-orang munafik itu berhasil melarikan diri. Dengan demikian, mereka takkan berani lagi mengulangi perbuatan semacam itu. Bahkan tindakan itu menjadi contoh buat yang lain.

Tindakan tegas terhadap orang-orang munafik itu meninggalkan bekas. Dalam mempersiapkan pasukan, orang-orang kaya dan kaum berada datang berbondong-bondong menyumbangkan hartanya dalam jumlah yang cukup besar. Usman bin Affan saja menyumbang seribu dinar lebih.

Setiap orang yang mampu tampil dengan perlengkapan dan biaya sendiri pula. Orang-orang yang tidak punya juga banyak yang datang ingin dibawa serta oleh Nabi. Mereka yang mampu, dibawa oleh Nabi. Kepada mereka yang tidak mampu, beliau bersabda, "Dalam hal ini, aku tidak mendapat kendaraan yang dapat membawa kalian."

Dengan demikian, mereka pun kembali pulang dengan bercucuran air mata. Mereka sedih karena tak ada pula yang dapat mereka sumbangkan. Karena tangisan mereka itulah, mereka dijuluki "Al-Bakka'un" (orang-orang yang menangis).

Berita keberangkatan kaum Muslimin dengan kekuatan besar ke Tabuk telah didengar oleh pihak Romawi. Tak mau ambil resiko, pihak Romawi memilih menarik mundur pasukannya. Setelah kaum Muslimin sampai di Tabuk dan Rasulullah mengetahui  pihak Romawi telah menarik diri dengan ketakutan, beliau tidak memerintahkan pasukan untuk melakukan pengejaran.

Oleh karena itu, Rasulullah tetap tinggal di perbatasan, dan akan menghadapi siapa saja yang akan menyerang atau melawan pasukan Islam. Beliau berusaha menjaga perbatasan-perbatasan itu supaya tidak ada pihak yang berani mendudukinya.

Sejak itu pula, Muhammad bersikap tegas terhadap orang-orang munafik. Pasalnya, jumlah kaum Muslimin sudah bertambah banyak. Tingkah-laku kaum munafik terhadap mereka akan berbahaya sekali dan sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu, perlu diatasi.

Muhammad SAW memang yakin sekali—setelah janji Allah akan memberikan kemenangan kepada agama ini—bahwa jumlah mereka akan bertambah, akan berlipat-ganda banyaknya dari yang sekarang. Maka saat itulah orang-orang munafik merupakan bahaya besar. Merupakan virus yang sangat berbahaya, jika kuman-kuman munafik ini tidak segera diberantas.

Kisah Perang Hunain

Perang Hunain adalah pertempuran antara Muhammad dan pengikutnya melawan kaum Badui dari suku Hawazin dan Tsaqif pada tahun 630 M atau 8 H, di sebuah pada salah satu jalan dari Mekkah ke Thaif. Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan telak bagi kaum Muslimin, yang juga berhasil memperoleh rampasan perang yang banyak. Pertempuran Hunain merupakan salah satu pertempuran yang disebutkan dalam Al-Qur'an, yaitu surat At-Taubah 25-26.

Suku Hawazin dan para sekutunya dari suku Tsaqif mulai menyiapkan pasukan mereka ketika mengetahui bahwa Muhammad dan tentaranya berangkat dari Madinah menuju Mekah, yang ketika itu masih dikuasai kaum kafir Quraisy. Persekutuan kaum Badui dari suku Hawazin dan Tsaqif berniat akan menyerang pasukan Muhammad ketika sedang mengepung Mekkah. Namun, penaklukan Mekkah berjalan cepat dan damai. Muhammad pun mengetahui maksud suku Hawazin dan Tsaqif, dan memerintahkan pasukan beliau bergerak menuju Hawazin dengan kekuatan 12.000 orang, terdiri dari 10.000 Muslim yang turut serta dalam penaklukan Mekkah, ditanbah 2.000 orang Quraisy Mekkah yang baru masuk Islam. Hal ini terjadi sekitar dua minggu setelah penaklukan Mekkah, atau empat minggu setelah Muhammad meninggalkan Madinah. Pasukan kaum Badui terdiri dari suku Hawazin, Tsaqif, bani Hilal, bani Nashr, dan bani Jasyam.
Jalannya pertempuran
Saat pasukan muslim bergerak menuju daerah Hawazin, pemimpin kaum Badui Malik bin Auf al-Nasri menyergap mereka di lembah sempit yang bernama Hunain. Kaum Badui menyerang dari ketinggian, menggunakan batu dan panah, mengejutkan kaum Muslimin dan menyulitkan organisasi serangan kaum Muslimin. Pasukan Muslim mulai mundur dalam kekacauan, dan tampaknya akan menderita kekalahan. Pemimpin Quraisy Abu Sufyan yang ketika itu baru masuk Islam, mengejek dan berkata "Kaum Muslimin akan lari hingga ke pantai".

Pada saat kritis ini, sepupu Muhammad Ali bin Abi Thalib dibantu pamannya Abbas mengumpulkan kembali pasukan yang melarikan diri, dan organisasi kaum Muslimin mulai terbentuk kembali. Hal ini juga dibantu dengan sempitnya medan pertempuran, yang menguntungkan kaum Muslimin sebagai pihak bertahan. Pada saat ini, seorang pembawa bendera dari kaum Badui menantang pertarungan satu-lawan-satu. Ali menerima tantangan ini dan berhasil mengalahkannya. Muhammad lalu memerintahkan serangan umum, dan kaum Badui mulai melarikan diri dalam dua kelompok. Kelompok pertama nantinya akan kembali berperang melawan kaum Muslim dalam pertempuran Autas, dan sisanya mengungsi ke Thaif, dan nantinya akan dikepung oleh kaum Muslim.

Pasukan muslim berhasil menangkap keluarga dan harta benda dari suku Hawazin, yang dibawa oleh Malik bin Aus ke medan pertempuran. Rampasan perang ini termasuk 6.000 tawanan, 24.000 unta, 40.000 kambing, serta 4.000 waqih perak (1 waqih = 213 gram perak).
Pertempuran ini mendemonstrasikan keahlian Ali bin Abi Thalib dalam mengorganisir pasukan dalam keadaan terjepit. Pertempuran ini juga menunjukkan kemurahan hati kaum Muslimin, yang memperlakukan tawanan dengan baik dan membebaskan 600 diantaranya secara cuma-cuma. Sisa tawanan ditahan dalam rumah-rumah khusus hingga berakhirnya Pengepungan Thaif.

Penaklukan Kota Mekkah (Fathu Makkah)

Nabi saw memasuki Mekkah dari dataran tinggi "Kida“ dan memerintahkan Khalid bin Walid bersama pasukannya agar memasuki Mekkah dari dataran rendah "Kida“. Akhirnya kaum Muslimin memasuki Mekkah sebagaimana diperintahkan Nabi saw tanpa mendapatkan perlawanan kecuali Khalid bin Walid. Ia menghadapi sejumlah kaum Musyrikin yang di antara mereka terdapat Ikrimah bin Abu Jahal dan Shofwan bin Umaiyah. Khalid memerangi mereka dan berhasil membunuh 24 orang dari Quraisy dan 4 orang dari Hudzail. Rasulullah saw melihat kilatan pedang dari kejauhan kemudian nampak beliau tidak menyukainya. Dikatakan kepadanya bahwa kilatan itu adalah Khalid bin Walid yang diserang kemudian membalas serangan, sabda Nabi saw: "Ketentuan Allah selalu baik.“

Ibnu Ishaq merawikan dari Abdullah bin Abu Bakar ra dan Al Hakim dari Anas ra, bahwa Rasulullah saw ketika sampai di Dzi Thua beliau berada di atas untanya, mengenakan sorban berwarna hijau tua dan menundukkan kepada dengan sersikap tawadhu‘ kepada Allah, demi melihat kemenangan (fat-h) yang dikaruniakan Allah kepadanya. Beliau duduk membongkok sampai janggut beliau hampir menyentuh punggung ontanya.


Bukhari meriwayatkan dari Mu‘awiya bin Qurah ra, ia berkata: “Aku pernah mendengar Abdullah bin Mughaffal berkata: Aku melihat Rasulullah saw pada waktu fat-hu Makkah berada di atas untanya, seraya membaca surat Al-Fath berulang-ulang dengan bacaan yang merdu sekali. Sabda beliau: Seandainya orang-orang tidak berkerumun di sekitarku niscaya aku akan membacanya berulang-ulang."


Nabi saw memasuki Mekkah langsung menuju Ka‘bah. Di sekitar Ka‘bah masih terdapat 360 berhala. Kemudian Nabi saw menghancurkannya satu persatu dengan sebuah pentungan di tangannya seraya mengucapkan: “Kebenaran telah tiba dan lenyaplah kebathilan. Kebenaran telah tiba dan kebathilan tak akan kembali lagi.“ Di dalam Ka‘bah juga terdapat beberapa berhala sehingga Nabi saw enggan memasukinya sebelum berhala-berhala itu dihancurkan. Kemudian berhala-berhala itu dikeluarkan. Di antaranya terdapat patung Ibrahim dan Isma‘il di kedua tangannya memegang Azlam (anak panah untuk berjudi). Sabda Nabi saw: “Celakalah mereka, sesungguhnya mereka tahu bahwa keduanya (Ibrahim dan Ismail as) tidak pernah berjudi sama sekali.“ Setelah itu Nabi saw masuk ke dalam Ka‘bah dan bertakbir di sudut-sudut Ka‘bah kemudian keluar dan tidak melakukan shalat di dalamnya.


Nabi saw memerintahkan Ustman bin Thalhah (termasuk pemegang kunci Ka‘bah) agar memberikan kunci kepada beliau. Dengan kunci tersebut Nabi saw membuka Ka‘bah kemudian masuk ke dalamnya. Setelah keluar Nabi saw memanggil Ustman bin Thalhah dan mengembalikan kunci itu kepadanya seraya berkata: “Terimalah kunci ini untuk selamanya. Sebenarnya bukan aku yang menyerahkannya kepada kalian, tetapi Allah yang menyerahkannya kepada kalian. Sesungguhnya tidak seorang pun akan mencabutnya (hak memegang kunci Ka‘bah) kecuali seorang yang zhalim.“ Dengan ucapan ini beliau mengisyaratkan kepada firman Allah: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian agar menyampaikan amanat-amanat itu kepada para ahlinya.“


Rasulullah saw juga memerintahkan Bilal naik ke atas Ka‘bah mengumandangkan adzan shalat. Kemudian orang-orang berduyun-duyun masuk ke dalam agama Allah. Ibnu Ishaq berkata: Setelah orang-orang berkumpul di sekitarnya, Nabi saw sambil memegang kedua penyanggah pintu Ka‘bah mengucapkan khutbahnya kepada mereka :

"Tiada Ilah kecuali Allah semata. Tiada sekutu bagi-Nya. Dialah (Allah) yang telah menepati janji-Nya, memenangkan hamba-Nya (Muhammad) dan mengalahkan musuh-musuh sendirian. Sesungguhnya segala macam balas dendam, harta dan darah semuanya berada di bawah kedua kakiku ini, kecuali penjaga Ka‘bah dan pemberi air minum kepada jama‘ah haji. Wahai kaum Quraisy! Sesungguhnya Allah telah mencabut dari kalian kesombongan jahiliyah dan mengagungkannya dengan keturunan. Semua orang berasal dari Adam dan Adam itu berasal dari tanah.“

Kemudian Nabi saw membacakan ayat :

"Hai manusia sekalian! Sesungguhnya Kami (Allah) telah menjadikan kamu sekalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Dan Kami jadikan kamu beberapa bangsa dan suku, agar kamu saling mengenal antara satu dengan yang lain. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu dalam pandangan Allah adalah yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah itu Maha Tahu dan Maha Mengerti.“ (QS Al-.Hujurat : 13).

Selanjutnya Nabi saw bertanya :

"Wahai kaum Quraisy! Menurut pendapat kalian, tindakan apakah yang hendak kuambil terhadap kalian?“
Jawab mereka :
"Tentu yang baik-baik! Hai saudara yang mulia dan putra saudara yang mulia.“
Beliau lalu berkata :
"Pergilah kalian semua! Kalian semua bebas.“

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Syuraih al-Adwi bahwa Nabi saw bersabda di dalam khutbahnya pada waktu fat-hu Makkah: "Sesungguhnya Mekkah telah diharamkan oleh Allah, bukan manusia yang mengharamkannya, tidak boleh bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menumpahkan darah dan mencabut pohon di Mekkah. Seandainya ada orang yang berdalih bahwa Rasulullah saw pernah melakukan peperangan di mekkah, maka katakanlah kepadanya: “Sesungguhnya Allah mengijinkan bagi Rasul-Nya tetapi tidak mengijinkan kepadanya (Nabi saw) hanya sebentar. Sekarang "keharaman“ telah kembali lagi sebagaimana sebelumnya. Hendaklah yang menyaksikan menyampaikan kepada yang tidak hadir.“


Kemudian orang-orang berkumpul di Mekkah guna berbai‘at kepada Rasulullah saw untuk senantiasa mendengar dan ta‘at kepada Allah dan Rasul-Nya. Setelah membai‘at kaum lelaki, Rasulullah saw membai‘at kaum wanita. Maka berkumpullah para wanita Quraisy di hadapan Nabi saw. Di antara mereka terdapat Hindun binti ‘Utbah yang ikut hadir dengan menyamar karena mengingat kekejamannya yang pernah dilakukannya terhadap Hamzah ra (di perang Uhud). Setelah mereka mendekat untuk menyatakan bai‘at, Rasulullah saw bersabda: “Hendaklah kalian berbai‘at kepadaku untuk tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun.“ Hindun binti ‚Utbah berkata: “Demi Allah, engkau ambil bai‘at dari kami yang tidak engkau ambil dari kaum lelaki tetapi kami akan memberikannya kepadamu.“ Lanjut Nabi saw: “Dan tidak akan mencuri.“ Hindun menyergah lagi: “Demi Allah, aku dulu sering mengambil uangnya Abu Sofyan. Aku tidak tahu apakah hal itu dihalalkan atau tidak?“ Jawab Abu Sofyan yang saat itu hadir di majelis itu: “Aku halalkan semua hartaku yang pernah kau ambil.“ Nabi saw bertanya: "Apakah engkau Hindun binti 'Utbah.“ Kata Nabi saw kepada Abu Sofyan: “Ma‘afkan ia atas perbuatannya yang telah lalu, semoga Allah mema‘afkanmu.“ Selanjutnya Nabi saw menyatakan: “Dan kalian tidak akan berzina.“ Hindun berkomentar: “Wahai Rasulullah adakah seorang yang merdeka akan berzina ?“ Kemudian Nabi saw melanjutkan: “Dan kalian tidak akan membunuh anak-anak kalian.“. Hindun menukas: “Kami pelihara putra-putri kami di waktu kecil tetapi setelah besar engkau bunuh di Badr, dan kamu mengetahui mereka.“ Umar ra yang juga ikut hadir di Majelis ini tersenyum mendengar ucapan Hindun tersebut. Nabi saw melanjutkan: “Dan kalian tidak berbohong untuk menutup-nutupi apa yang ada di depan atau di belakang kalian:“ Hindun berkata: “Demi Allah berbohong adalah perbuatan yang sangat buruk dan melebihi batas itu serupa.“ Kemudian Rasulullah saw berkata kepada Umar ra: “Bai‘atlah mereka (wanita-wanita yang telah dimintakan amnesti kepada Rasulullah saw).“ Lalu Umar ra pun membai‘at mereka.


Dalam pembai‘atan Rasulullah saw tida berjabatan tangan ataupun menyentuh wanita, kecuali wanita yang telah dihalalkan Allah kepadanya.


Bukhari meriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata: Adalah Nabi saw membai‘at kaum wanita secara lisan (saja) dengan ayat ini: “Tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.“ Selanjutnya Aisyah ra menjelaskan: “Tangan Rasulullah saw tidak menyentuh tangan wanita sama sekali kecuali wanita yang telah halal baginya.“ Muslim meriwayatkan hadits yang serupa dengan ini dari Aisyah ra.


Pada hari Fat-hu Mekkah ini Ummu Hani‘ binti Abu Thalib memberikan jaminan perlindungan kepada seorang Musyrik tetapi Ali ra, bersikeras ingin membunuhnya. Ummu Hani‘ berkata : Kemudian aku datang kepada Nabi saw. Ketika aku datang, beliau sedang mandi dan Fathimah, anak beliau, menutupinya dengan kain. Kemudian aku ucapkan salam kepada beliau. Beliau bertanya: "Siapakah ini?“ Kujawab: “Ummu Hani‘ binti Abu Thalib.“ Nabi saw menyambut: "Selamat datang Ummu Hani‘.“ Setelah selesai mandi, beliau lalu shalat delapan rakaat dengan berbungkus satu kain kemudian meninggalkan tempatnya. Kutanyakan: "Wahai Rasulullah saw, anak ibuku, Ali ra, bersikeras ingin membunuh seorang yang telah kujamin keamanannya (lelaki itu adalah Ibnu Hubairah)." Kemudian Nabi saw bersabda: “Kami telah melindungi orang yang engkau lindungi wahai Ummu Hani‘.“


Adapun orang-orang yang telah diperintahkan Rasulullah saw untuk membunuhnya, diantara mereka ada yang telah dibunuh dan sebagian yang lain telah masuk Islam. Huwairits, Abdullah Ibnu Khathal dan Muqis bin Hubabah tewas dibunuh. Demikian pula salah seorang diantara dua orang penyanyi wanita, sedangkan wanita penyanyi yang satu telah masuk Islam. Kepada Abdullah bin Sa‘ad bin Abu Sarah telah diberi syafa‘at (ampunan) dan telah membuktikan dirinya sebagai seorang Muslim yang baik. Demikian pula kepada Ikrimah, Hubar dan Hindun binti ‚Utbah.


Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa Fadhalah bin Umair al-Laitsi bermaksud ingin membunuh Nabi saw pada saat beliau sedang thawaf di Ka‘bah di hari Fat-hu Makkah. Ketika Fadhalah mendekat tiba-tiba Rasulullah saw mengatakan: “Apakah ini Fadhalah?“ Ia menjawab: “Ya, saya Fadhalah wahai Rasulullah saw.“ Nabi saw bertanya: “Apa yang sedangkau pikirkan?“ Ia menjawab: “Tidak memikirkan apa-apa, aku sedang teringat Allah kok.“ Sambil tersenyum Rasulullah saw berkata: “Mohonlah ampun kepada Allah …“ Kemudian Nabi saw meletakkan tangannya di atas dadanya sehingga hatinya menjadi tenang. Fadhalah berkata: “Begitu beliau melepaskan tangan dari dadaku, aku merasa tak seorang pun yang lebih aku cintai daripada beliau.“


Kemudian Fadhalah kembali ke rumahnya melewati seorang ynag pernah dicintainya. Wanita itu memanggil dan mengajaknya bicara, tetapi kemudian dari mulut Fadhalah keluar untaian bait-bait ini :

Dia Berkata : Marilah kita ngobrol!
Tidak, jawabku.
Allah dan Islam telah melarangku
Aku baru saja melihat Muhammad
Di hari penaklukan, hari dihancurkannya semua berhala
Agama Islam itu sangat jelas dan nyata
Sedang kemusyrikan adalah kegelapan.

Menurut riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas, Nabi saw berada di Mekkah selama 19 hari dengan menqashar shalat.

Kisah Perang Mu'tah

Singkatnya, pasukan Islam yang berjumlah 3000 personel diberangkatkan. Ketika mereka sampai di daerah Ma’an, terdengar berita bahwa Heraklius mempersiapkan 100 ribu pasukannya. Selain itu, kaum Nasrani dari beberapa suku Arab pun telah siap dengan jumlah yang sama. Mendengar kabar demikian, sebagian sahabat mengusulkan supaya meminta bantuan pasukan kepada Rasulullah atau beliau memutuskan suatu perintah.

Abdullah bin Rawahah lantas mengobarkan semangat juang para Sahabat pada waktu itu dengan perkataannya, “Demi Allah, sesungguhnya perkara yang kalian tidak sukai ini adalah perkara yang kamu keluar mencarinya, yaitu syahadah (gugur di medan perang di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala). Kita itu tidak berjuang karena jumlah pasukan atau kekuatan. Kita berjuang untuk agama ini yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan kita dengannya. Bergeraklah. Hanya ada salah satu dari dua kebaikan: kemenangan atau gugur (syahid) di medan perang.”

Orang-orang menanggapi dengan berkata, “Demi Allah, Ibnu Rawahah berkata benar.”
Zaid bin Haritsah, panglima pertama yang ditunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Dua pasukan berhadapan dengan sengit. Komandan pertama ini menebasi anak panah-anak panah pasukan musuh sampai akhirnya tewas terbunuh di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bendera pun beralih ke tangan Ja’far bin Abi Thalib. Sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini berperang sampai tangan kanannya putus. Bendera beliau pegangi dengan tangan kiri, dan akhirnya putus juga oleh senjata musuh. Dalam kondisi demikian, semangat beliau tak mengenal surut, saat tetap berusaha mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai beliau gugur oleh senjata lawab. Berdasarkan keterangan Ibnu Umar, salah seorang saksi mata yang ikut dalam perang itu, terdapat tidak kurang 90 luka di bagian tubuh depan beliau baik akibat tusukan pedang dan maupun anak panah.
Giliran Abdullah bin Rawahah pun datang. Setelah menerjang musuh, ajal pun menjemput beliau di medan peperangan.

Tsabit bin Arqam mengambil bendera yang telah tak bertuan itu dan berteriak memanggil para sahabat Nabi agar menentukan pengganti yang memimpun kaum muslimin. Maka, pilihan mereka jatuh pada Khalid bin Walid. Dengan kecerdikan dan kecemerlangan siasat dan strategi –setelah taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala—kaum muslimin berhasil memukul Romawi hingga mengalami kerugian banyak.

Jumlah syuhada perang Mu’tah

Menyaksikan peperangan yang tidak seimbang antara kaum muslimin dengan kaum kuffar, yang merupakan pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan Nashara Arab, secara logis, kekalahan bakal dialami oleh para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Imam Ibnu katsir mengungkapkan ketakjubannya terhadap kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui hasil peperangan yang berakhir dengan kemenangan kaum muslimin dengan berkata, “Ini kejadian yang menakjubkan sekali. Dua pasukan bertarung, saling bermusuhan dalam agama. Pihak pertama pasukan yang berjuang di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan kekuatan 3000 orang. Dan pihak lainnya, pasukan kafir yang berjumlah 200 ribu pasukan. 100 ribu orang dari Romawi dan 100 ribu orang dari Nashara Arab. Mereka saling bertarung dan menyerang. Meski demikian sengitnya, hanya 12 orang yang terbunuh dari pasukan kaum muslimin, padahal, jumlah korban tewas dari kaum musyirikin sangat banyak.” Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah? Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah: 249)

Para ulama sejarah tidak bersepakat pada satu kata mengenai jumlah syuhada Mu’tah. Namun, yang jelas jumlah mereka tidak banyak. Hanya berkisar pada angka belasan, menurut hitungan yang terbanyak. Padahal, peperangan Mu’tah sangat sengit. Ini dapat dibuktikan bahwa Khalid bin Walid menghabiskan 9 pucuk pedang dalam perang tersebut. Kesembilan pedang itu patah. Hanya satu pedang yang tersisa, hasil buatan Yaman.

Khalid berkata, “Telah patah sembilan pedang di tanganku. Tidak tersisa kecuali pedang buatan Yaman.” (HR. Al-Bukhari 4265-4266)
Menurut Imam Ibnu Ishaq – imam dalam ilmu sejarah Islam –, syuhada perang Mu’tah hanya berjumlah 8 sahabat saja. Secara terperinci, yaitu Ja’far bin Abi Thalib, dan mantan budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Zaid bin Haritsah Al-Kalbi, Mas’ud bin Al-Aswad bin Haritsah bin Nadhlah Al-Adawi, Wahb bin Sa’d bin Abi Sarh.

Sementara dari kalangan kaum Anshar, Abdullah bin Rawahah, Abbad bin Qais Al-Khazarjayyan, Al-Harits bin an-Nu’man bin Isaf bin Nadhlah an-Najjari, Suraqah bin Amr bin Athiyyah bin Khansa Al-mazini.
Di sisi lain, Imam Ibnu Hisyam dengan berlandaskan keterangan Az-Zuhri, menambahkan empat nama dalam deretan Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang gugur di medan perang Mu’tah. Yakni, Abu Kulaib dan Jabir. Dua orang ini saudara sekandung. Diitambah Amr bin Amir putra Sa’d bin Al-Harits bin Abbad bin Sa’d bin Amir bin Tsa’labah bin Malik bin Afsha. Mereka juga berasal dari kaum Anshar. Dengan ini, jumlah syuhada bertambah menjadi 12 jiwa.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan kita untuk meneladani semangat juang mereka di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Meskipun kondisi berat lantaran jumlah personel yang sedikit, namun hal itu tidak mengendurkan langkah mereka untuk terus berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahu a’lam.

Kisah Perang Khaibar

Peperangan Khaibar terjadi pada tahun 629 di antara Nabi Muhammad dan pengikutnya dengan orang-orang Yahudi yang tinggal di oasis Khaibar, sejauh 150 kilometer dari Madinah di bahagian timur laut semenanjung Arab. Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan orang Islam.
Perang Khaibar terjadi tidak lama selepas Perjanjian Hudaibiyah. Rasulullah memimpin sendiri ekspedisi ketenteraan menuju Khaibar, daerah sejauh tiga hari perjalanan dari Madinah. Khaibar adalah daerah subur yang menjadi benteng utama Yahudi di jazirah Arab, terutamanya setelah Yahudi di Madinah ditaklukkan oleh Rasulullah.
Maka Muhammad menyerbu ke jantung pertahanan musuh. Suatu pekerjaan yang tidak mudah dilakukan. Pasukan Rom yang lebih kuat pun tidak mampu menaklukkan benteng Khaibar yang memiliki sistem pertahanan berlapis-lapis yang sangat baik. Sallam anak Misykam mengorganisasikan prajurit Yahudi. Perempuan, anak-anak dan harta benda mereka tempatkan di benteng Watih dan Sulaim. Persediaan makanan dikumpulkan di benteng Na'im. Pasukan perang ditumpukan di benteng Natat. Sedangkan Sallam dan para prajurit pilihan maju ke garis depan.
Sallam tewas dalam pertempuran itu, tetapi pertahanan Khaibar belum dapat ditembus. Muhammad menugaskan Abu Bakar untuk menjadi komandan pasukan. Namun gagal. Demikian pula Umar. Akhirnya kepemimpinan komando diserahkan pada Ali. Di Khaibar inilah nama Ali menjulang. Keberhasilannya meruntuhkan pintu benteng untuk menjadi perisai selalu dikisahkan dari abad ke abad. Ali dan pasukannya juga berhasil menembusi pertahanan lawan. Harith bin Abu Zainab-komandan Yahudi setelah Sallam-pun tewas. Benteng Na'im jatuh ke tangan pasukan Islam.
Setelah itu benteng demi benteng dikuasai. Seluruhnya melalui pertarungan sengit. Benteng Qamush kemudian jatuh. Demikian juga benteng Zubair setelah dikepung cukup lama. Semula Yahudi bertahan di benteng tersebut. Namun pasukan Islam memotong saluran air menuju benteng yang memaksa pasukan Yahudi keluar dari tempat perlindungannya dan bertempur langsung. Benteng Watih dan Sulaim pun tanpa kecuali jatuh ke tangan pasukan Islam. Yahudi lalu menyerah. Seluruh benteng diserahkan pada umat Islam. Muhammad memerintahkan pasukannya untuk tetap melindungi warga Yahudi dan seluruh kekayaannya, kecuali Kinana bin Rabi' yang terbukti berbohong saat dimintai keterangan Rasulullah.
Perlindungan itu tampaknya sengaja diberikan oleh Rasulullah untuk menunjukkan beza perlakuan kalangan Islam dan Nasrani terhadap pihak yang dikalahkan. Biasanya, pasukan Nasrani dari kekaisaran Rom akan menghancurluluhkan kelompok Yahudi yang dikalahkannya. Sekarang kaum Yahudi Khaibar diberi kemerdekaan untuk mengatur dirinya sendiri sepanjang mengikuti garis kepemimpinan Muhammad dalam politik.
Muhammad sempat tinggal beberapa lama di Khaibar. Ia bahkan nyaris meninggal lantaran diracun. Diriwayatkan bahwa Zainab binti Harith menaruh dendam pada Muhammad. Sallam, suaminya, tewas dalam pertempuran Khaibar. Zainab lalu mengirim sepotong daging domba untuk Muhammad. Rasulullah sempat mengigit sedikit daging tersebut, namun segera memuntahkannya setelah merasa ada hal yang ganjil. Tidak demikian halnya dengan sahabat Rasul, Bisyri bin Bara. Ia meninggal lantaran memakan daging tersebut.
Dengan penaklukan tersebut, Islam di Madinah telah menjadi kekuatan utama di jazirah Arab. Ketenangan masyarakat semakin terwujud. Dengan demikian, Muhammad dapat lebih menumpukan kepada dakwah membangun moraliti masyarakat.

Kisah Perang Khandaq


Perang Khandaq ini terjadi karena hasutan kaum Yahudi. Sekelompok orang Yahudi Bani Nadhir disertai beberapa orang dari kabilah Arab Bani Wail pergi ke Makkah menemui orang-orang musyrikin Quraisy. Mereka menghasut pemimpin-pemimpin Quraisy supaya memerangi Rasulullah saw di Madinah. Setelah menghasut kaum musyrikin Quraisy, mereka lalu mendatangi kabilah Gathafan. Selain itu, mereka juga giat mendatangi kabilah-kabilah Arab di sekitar Makkah dengan maksud yang sama.
Kaum musyrikin Quraisy dan Yahudi menyepakati pasukan yang akan dikirim ke Madinah sebanyak 10 ribu orang dengan perincian 4.000 orang tentara Quraisy, 6.000 orang kabilah Gathafan, sedangkan kaum yahudi akan menyerahkan hasil perkebunan kurma di Khaibar selama satu tahun pada kabilah Gathafan. Pihak musyrikin ini dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb, seorang tokoh Quraisy yang terkenal paling gigih memusuhi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin.
Mengetahui jumlah pasukan musyrikin yang besar itu, muncul perasaan khawatir dalam diri umat Islam. Rasulullah saw selaku panglima tertinggi mengadakan musyawarah dengan pasukannya dan mengatur strategi yang tepat dalam menghadapi pasukan Quraisy tersebut.
Dalam musyawarah Salman Al Farisy berpendapat supaya menghadang tentara kafir dengan cara membuat parit yang besar disekeliling Kota Madinah yang terbuka.
 Cara pertahanan sedemikian itu merupakan cara yang biasa dipakai oleh bangsa Parsi . Beliau berkata: ”Wahai Rasulullah.. dahulu ketika kami di Parsi jika takut akan serbuan tentera kuda maka kami akan menggali parit disekitar kami.” 
Walaupun ide tersebut dikeluarkan oleh orang bawahan, Rasulullah saw sebagai ketua tidak ada masalah untuk menerimanya. Atas kerjasama semua, rancangan tersebut direalisasikan.
Dalam pembuatan parit ini, Rasulullah saw juga turut serta. Bahkan, setiap 10 orang kaum Muslimin harus bisa menyelesaikan penggalian parit sepanjang 40 meter. Menurut Syauqi Abu Khalil dalam bukunya Athlas Hadits, dalam penggalian itu, kaum Muslimin berhasil menggali parit sepanjang 5.544 meter dengan lebar 4,62 meter dan kedalaman parit mencapai 3,234 meter. Penggalian itu membutuhkan waktu sekitar 10 hari. Sementara itu, dalam Ensiklopedi Islam disebutkan, lama penggalian itu memakan waktu sekitar 6 hari.
Waktu itu Kota Madinah sedang mengalami musim yang sangat dingin. Sedangkan kaum Muslimin banyak yang tidak mempunyai makanan yang secukupnya. Bahkan adakalanya sehungga tidak mempunyai apa-apa makanan. Kata Abu Thalhah : ” Kami pernah mengeluh kepada Rasulullah saw tentang rasa lapar yang kami deritai. Dan kami selalu mengikat perut kami dengan batu. Manakala Rasulullah saw pula mengikat perut baginda dengan dua batu. Kata Anas: “Waktu itu ketika Rasulullah saw keluar beliau saksikan kaum Muhajirin dan kaum Ansar bersama-sama menggali parit disuatu pagi yang amat dingin sekali sedangkan keadaan mereka amat lapar.
Syauqi menjelaskan, parit yang digali itu memanjang dari utara hingga selatan Madinah. Namun, saat ini, parit yang terletak di bagian selatan Madinah sudah hilang dan di dekatnya kini dibangun Masjid Fatah. Setelah beberapa hari menyelesaikan penggalian parit, datanglah tentara Quraisy yang berjumlah sekitar 10 ribu orang dari Makkah.
Umat Islam pun siap siaga menjaga Madinah. Rasulullah saw lalu membawa pasukannya sampai ke Gunung Silih (Saia) dan menjadikan tempat tersebut sebagai benteng pertahanan.
Namun, pasukan Quraisy tak menyadari akan menghadapi pertahanan kaum Muslimin dengan mengandalkan parit ini.
Mereka pun tak mampu melewati parit. Maka, saat kedua pasukan saling berhadap-hadapan, mereka tidak bisa melakukan peperangan sebagaimana biasa, yakni bertempur secara terbuka. Tentera Abu Sofyan yang tiba di Madinah amat kecewa karena mereka tidak mampu untuk menyeberangi parit, Strategi Khandaq (parit) yang di bina oleh Rasulullah saw ialah salah satu strategi perang yang baru di tanah Arab. Walau bagaimana pun, Tentara Abu Sofyan terus berkubu sekitar Madinah
Dengan adanya parit ini, kedua pasukan hanya bisa saling memanah. Dengan peperangan model ini, dari kubu kaum Muslimin menjadi syuhada sebanyak enam orang, sedangkan dari pasukan Quraisy sebanyak 12 orang. Dalam peristiwa ini, sempat terjadi duel satu lawan satu antara Ali bin Abi Thalib dengan Amr bin Abdu Wudd dan Ali berhasil membunuhnya.
Melalui Gunung Sila (Sal’a) ini Rasulullah saw dapat mengawal pergerakkan tentera Muslim dan juga mengawasi pergerakkan Musuh. Di Gunung Sila (Sal’a) ini Rasulullah saw bermunajat selama 3 hari dan turunnya kemudian surah Al-Ahzab. Dan kaum Muslimin berhasil memenangkan pertempuran ini atas diterimanya munajat Rasulullah saw dan Allah SWT memberikan kemenangan dengan sendirinya yaitu mengirimkan tentara Malaikat dan angin kencang yang memporak-porandakan orang kafir sampai lari terbirit-birit. (QS Al-Ahzab [33] 9).
Wahai orang-orang yang beriman, kenangkanlah nikmat Allah yang dilimpahkanNya kepada kamu. Semasa kamu didatangi tentera (Al-Ahzaab), lalu Kami hantarkan kepada mereka angin ribut (yang kencang) serta angkatan tentera (dari malaikat) yang kamu tidak dapat melihatnya. Dan (ingatlah) Allah SWT sentiasa melihat apa yang kamu lakukan. 
Ditambahkan Junaidi Halim dalam Makkah-Madinah dan Sekitarnya, masjid-masjid lainnya merupakan tempat pertahanan para sahabat Rasulullah saw ketika perang parit berlangsung. Untuk mengenang jasa mereka, dibangunlah masjid-masjid tersebut sebagai monumen penting dan diberi nama sesuai lokasi dan nama sahabat yang menempati tempat pertahanan tersebut.
Namun, karena kepentingan perluasan kawasan kota oleh Pemerintah Arab Saudi, beberapa lokasi masjid terkena gusur sehingga yang tersisa hanya lima buah dan dinamakan pula dengan Masjid Khamsah (Masjid Lima). Masjid yang tergusur adalah Masjid Abu Bakar dan Masjid Utsman. Wallahu Alam.

Kisah Perang Uhud

Pengalaman pahit yang dirasakan oleh kaum Quraisy dalam perang Badar telah menyisakan luka mendalam nan menyakitkan. Betapa tidak, walaupun jumlah mereka jauh lebih besar dan perlengkapan perang mereka lebih memadai, namun ternyata mereka harus menanggung kerugian materi yang tidak sedikit.
Dan yang lebih menyakitkan mereka adalah hilangnya para tokoh mereka. Rasa sakit ini, ditambah lagi dengan tekad untuk mengembalikan pamor Suku Quraisy yang telah terkoyak dalam Perang Badar, mendorong mereka melakukan aksi balas dendam terhadap kaum Muslimin. Sehingga terjadilah beberapa peperangan setelah Perang Badar. Perang Uhud termasuk di antara peperangan dahsyat yang terjadi akibat api dendam ini. Disebut perang Uhud karena perang ini berkecamuk di dekat gunung Uhud. Sebuah gunung dengan ketinggian 128 meter kala itu, sedangkan sekarang ketinggiannya hanya 121 meter. Bukit ini berada di sebelah utara Madinah dengan jarak 5,5 km dari Masjid Nabawi.

WAKTU KEJADIAN
Para Ahli Sirah sepakat bahwa perang ini terjadi pada bulan Syawwâl tahun ketiga hijrah Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam ke Madinah. Namun mereka berselisih tentang harinya. Pendapat yang yang paling masyhûr menyebutkan bahwa perang ini terjadi pada hari Sabtu, pertengahan bulan Syawwal.

PENYEBAB PERANG
Di samping perang ini dipicu oleh api dendam sebagaimana disebutkan diawal, ada juga penyebab lain yang tidak kalah pentingnya yaitu misi menyelamatkan jalur bisnis mereka ke Syam dari kaum Muslimin yang dianggap sering mengganggu. Mereka juga berharap bisa memusnahkan kekuatan kaum Muslimin sebelum menjadi sebuah kekuatan yang dikhawatirkan akan mengancam keberadaan Quraisy.
Inilah beberapa motivasi yang melatarbelakangi penyerangan yang dilakukan oleh kaum Quraisy terhadap kaum Muslimin di Madinah.

JUMLAH PASUKAN
Kaum Quraisy sejak dini telah mempersiapkan pasukan mereka. Barang dagangan dan keuntungan yang dihasilkan oleh Abu Sufyân beserta rombongan yang selamat dari sergapan kaum Muslimin dikhususkan untuk bekal pasukan mereka dalam perang Uhud. Untuk menyukseskan misi mereka dalam perang Uhud ini, kaum Quraisy berhasil mengumpulkan 3 ribu pasukan yang terdiri dari kaum Quraisy dan suku-suku yang loyal kepada Quraisy seperti Bani Kinânah dan penduduk Tihâmah. Mereka memiliki 200 pasukan berkuda dan 700 pasukan yang memakai baju besi. Mereka mengangkat Khâlid bin al-Walîd sebagai komandan sayap kanan, sementara sayap kiri di bawah komando Ikrimah bin Abu Jahl.
Mereka juga mengajak beberapa orang wanita untuk membangkitkan semangat pasukan Quraisy dan menjaga mereka supaya tidak melarikan diri. Sebab jika ada yang melarikan diri, dia akan dicela oleh para wanita ini. Tentang jumlah wanita ini, para Ahli Sirah berbeda pendapat. Ibnu Ishâq rahimahullah menyebutkan bahwa jumlah mereka 8 orang, al-Wâqidi rahimahullah menyebutkan 14 orang, sedangkan Ibnu Sa’d rahimahullah menyebutkan 15 wanita.

MIMPI RASÛLULLÂH SHALLALLÂHU ‘ALAIHI WASALLAM
Sebelum peperangan ini berkecamuk, Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam diperlihatkan peristiwa yang akan terjadi dalam perang ini melalui mimpi. Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam menceritakan mimpi ini kepada para Sahabat. Beliau Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Saya bermimpi mengayunkan pedang lalu pedang itu patah ujungnya. Itu (isyarat-pent) musibah yang menimpa kaum Muslimin dalam Perang Uhud. Kemudian saya ayunkan lagi pedang itu lalu pedang itu baik lagi, lebih baik dari sebelumnya. Itu (isyarat –pent-) kemenangan yang Allah Ta’ala anugerahkan dan persatuan kaum Muslimin. Dalam mimpi itu saya juga melihat sapi –Dan apa yang Allah lakukan itu adalah yang terbaik- Itu (isyarat) terhadap kaum Muslimin (yang menjadi korban) dalam perang Uhud. Kebaikan adalah kebaikan yang Allah Ta’ala anugerahkan dan balasan kejujuran yang Allah Ta’ala karuniakan setelah perang Badar”.

Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam menakwilkan mimpi Beliau ini dengan kekalahan dan kematian yang akan terjadi dalam Perang Uhud.

Saat mengetahui kedatangan Quraisy untuk menyerbu kaum Muslimin di Madinah, Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam mengajak para Sahabat bermusyawarah untuk mengambil tindakan terbaik. Apakah mereka tetap tinggal di Madinah menunggu dan menyambut musuh di kota Madinah ataukah mereka akan menyongsong musuh di luar Madinah?

Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam cenderung mengajak para Sahabat bertahan di Madinah dan melakukan perang kota, namun sekelompok kaum Anshâr radhiallahu’anhum mengatakan,
“Wahai Nabiyullâh! Sesungguhnya kami benci berperang di jalan kota Madinah. Pada jaman jahiliyah kami telah berusaha menghindari peperangan (dalam kota), maka setelah Islam kita lebih berhak untuk menghindarinya. Cegatlah mereka (di luar Madinah) !”

Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersiap untuk berangkat. Beliau mengenakan baju besi dan segala peralatan perang. Setelah menyadari keadaan, para Sahabat saling menyalahkan. Akhirnya, mereka mengatakan:
“Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam menawarkan sesuatu, namun kalian mengajukan yang lain. Wahai Hamzah, temuilah Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam dan katakanlah, “Kami mengikuti pendapatmu””.
Hamzah radhiallahu’anhu pun datang menemui Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam dan mengatakan, ‘Wahai Rasulullâh, sesungguhnya para pengikutmu saling menyalahkan dan akhirnya mengatakan, ‘Kami mengikuti pendapatmu.’ Mendengar ucapan paman beliau ini, Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda :
"Sesungguhnya jika seorang Nabi sudah mengenakan peralatan perangnya, maka dia tidak akan menanggalkannya hingga terjadi peperangan".

Keputusan musyawarah tersebut adalah menghadang musuh di luar kota Madinah. Ibnu Ishâq rahimahullah dan yang lainnya menyebutkan bahwa ‘Abdullâh ibnu Salûl setuju dengan pendapat Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam untuk tetap bertahan di Madinah. Sementara at-Thabari membawakan riwayat yang berlawanan dengan riwayat Ibnu Ishâq rahimahullah, namun dalam sanad yang kedua ini ada orang yang tertuduh dan sering melakukan kesalahan. Oleh karena itu, al-Bâkiri dalam tesisnya lebih menguatkan riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Ishâq rahimahullah.

Para Ulama Ahli Sirah menyebutkan bahwa yang memotivasi para Sahabat untuk menyongsong musuh di luar Madinah yaitu keinginan untuk menunjukkan keberanian mereka di hadapan musuh, juga keinginan untuk turut andil dalam jihad, karena mereka tidak mendapat kesempatan untuk ikut dalam Perang Badar.
Sementara, Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam lebih memilih untuk tetap tinggal dan bertahan di Madinah, karena Beliau ingin memanfaatkan bangunan-bangunan Madinah serta memanfaatkan orang-orang yang tinggal di Madinah.

PELAJARAN DARI KISAH
Kaum Muslimin yang sedang berada di daerah, jika diserbu oleh musuh, maka mereka tidak wajib menyongsong kedatangan musuh. Mereka boleh tetap memilih bertahan di rumah-rumah mereka dan memerangi musuh di sana. Ini jika strategi ini diharapkan lebih mudah untuk mengalahkan musuh. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam dalam Perang Uhud.

Kisah Perang Badar

Perang Badar terjadi pada 7 Ramadhan, dua tahun setelah hijrah. Ini adalah peperangan pertama yang mana kaum Muslim (Muslimin) mendapat kemenangan terhadap kaum Kafir dan merupakan peperangan yang sangat terkenal karena beberapa kejadian yang ajaib terjadi dalam peperangan tersebut. Rasulullah Shallalaahu 'alayhi wa sallam telah memberikan semangat kepada Muslimin untuk menghadang khafilah suku Quraish yang akan kembali ke Mekkah dari Syam. Muslimin keluar dengan 300 lebih tentara tidak ada niat untuk menghadapi khafilah dagang yang hanya terdiri dari 40 lelaki, tidak berniat untuk menyerang tetapi hanya untuk menunjuk kekuatan terhadap mereka. Khafilah dagang itu lolos, tetapi Abu Sufyan telah menghantar pesan kepada kaumnya suku Quraish untuk datang dan menyelamatkannya. Kaum Quraish maju dengan pasukan besar yang terdiri dari 1000 lelaki, 600 pakaian perang, 100 ekor kuda, dan 700 ekor unta, dan persediaan makanan mewah yang cukup untuk beberapa hari.

Kafir Quraish ingin menjadikan peperangan ini sebagai kemenangan bagi mereka yang akan meletakkan rasa takut di dalam hati seluruh kaum bangsa Arab. Mereka hendak menghancurkan Muslimin dan mendapatkan keagungan dan kehebatan. Banyangkan, pasukan Muslimin dengan jumlah tentara yang kecil (termasuk 2 ekor kuda), keluar dengan niat mereka hanya untuk menghadang 40 lelaki yang tidak bersenjata akan tetapi harus menghadapi pasukan yang dipersiapkan dengan baik -3 kali- dari jumlah mereka. Rasulullah SAW dengan mudah meminta mereka Muslimin untuk perang dan mereka tidak akan menolak, akan tetapi, beliau SAW ingin menekankan kepada pengikutnya bahwa mereka harus mempertahankan keyakinan dan keimanan dan untuk menjadi pelajaran bagi kita. Beliau SAW mengumpulkan para sahabatnya untuk mengadakan musyawarah. Banyak di antara sahabat Muhajirin yang memberikan usulan, dengan menggunakan kata-kata yang baik untuk menerangkan dedikasi mereka. Tetapi ada seorang sahabat yaitu Miqdad bin Al-Aswad ra., dia berdiri dihadapan mereka yang masih merasa takut dan berkata kepada Rasulullah SAW,

"Ya Rasulullah (SAW)!, Kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan oleh bani Israel kepada Musa (AS), 'Pergilah kamu bersama Tuhanmu, kami duduk (menunggu) di sini'( Dalam surah Al-Maidah). Pergilah bersama dengan keberkahan Allah dan kami akan bersama dengan mu !".

Rasulullah SAW merasa sangat suka, akan tetapi Rasulullah hanya diam, beliau menunggu dan beberapa orang dari sahabat dapat mengetahui keinginan Beliau SAW. Sejauh ini hanya sahabat Muhajirin yang telah menyatakan kesungguhan mereka, akan tetapi Beliau menuggu para sahabat Anshor yang sebagian besar tidak hadir dalam baiat 'Aqaabah untuk turut serta dalam berperang melawan kekuatan musuh bersama-sama Rasulullah SAW di luar kawasan mereka. Maka, pemimpin besar sahabat Anshor, Sa'ad bin Muadh angkat bicara, "Ya Rasulullah (SAW) mungkin yang engkau maksudkan adalah kami". Rasulullah SAW menyetujuinya. S'ad kemudian menyampaikan pidatonya yang sangat indah yang mana dia berkata,

"Wahai utusan Allah, kami telah mempercayai bahwa engkau berkata benar, Kami telah memberikan kepadamu kesetiaan kami untuk mendengar dan thaat kepadamu... Demi ALlah, Dia yang telah mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau memasuki laut, kami akan ikut memasukinya bersamamu dan tidaka ada seorangpun dari kami yang akan tertinggal di belakang... Mudah-mudahan Allah akan menunjukkan kepadamu yang mana tindakan kami akan menyukakan mu. Maka Majulah bersama-sama kami, letakkan kepercayaan kami di dalam keberkahan Allah".

Rasulullah sangat menyukai apa yang disampaikan dan kemudian beluai bersabda, "Majulah ke depan dan yakinlah yang Allah telah menjajikan kepadaku satu dari keduanya (khafilah dagang atau perang), dan demi Allah, seolah olah aku telah dapat melihat pasukan musuh terbaring kalah". Pasukan Muslimin bergerak maju dan kemudian berhenti sejenak di tempat yang berdekatan dengan Badar (tempat paling dekat ke Madinah yang berada di utara Mekkah). Seorang sahabat bernama, Al-Hubab bin Mundhir ra., bertanya kepada Rasulullah SAW, " Apakah ALlah mewahyukan kepadamu untuk memilih tempat ini atau ianya strategi perang hasil keputusan musyawarah?". Rasulullah SAW bersabda, "Ini adalah hasil strategi perang dan keputusan musyawarah". Maka Al-Hubab telah mengusulkan kembali kepada Rasulullah SAW agar pasukan Muslimin sebaiknya bermarkas lebih ke selatan tempat yang paling dekat dengan sumber air, kemudian membuat kolam persediaan air untuk mereka dan menghancurkan sumber air yang lain sehingga dapat menghalang orang kafir Quraish dari mendapatkan air. Rasulullah SAW menyetujui usulan tersebut dan melaksanakannya [*]. Kemudian Sa'ad bin Muadh mengusulkan untuk membangun benteng untuk Rasulullah SAW untuk melindungi beliau dan sebagai markas bagi pasukan Muslimin. Rasulullah SAW dan Abu Bakar ra. tinggal di dalam benteng sementara Sa'ad bin Muadh dan sekumpulan lelaki menjaganya.

Rasulullah SAW telah menghabiskan sepanjang-panjang malam dengan berdoa dan beribadah walaupun beliau SAWmengetahui bahwa Allah ta'ala telah menjanjikannya kemenangan. Ianya melebihi cintanya dan penghambaannya dan penyerahandiri kepada Allah ta'ala dengan ibadah yang Beliau SAW kerjakan. Dan ianya telah dikatakan sebagai bentuk tertinggi dari ibadah yang dikenal sebagai 'ainul yaqiin.

Sabtu, 21 April 2012

Remaja Islam, Remaja Dakwah

Dakwah? Hmm.. kok kayaknya berat banget kedengarannya ya? Lho, emangnya kenapa? Sebagian teman remaja biasanya denger atau ngucapin kata dakwah terasa sangat berat. Telinga pekak en lidah kelu dan yang terbayang di benaknya pasti urusannya dengan jenggot, kopiah, baju koko, sarung, dan jilbab. Well. Nggak salah-salah amat sih. Cuma nggak lengkap penilaiannya.

Lagian juga terkesan adanya pemisahan antara dakwah dan kehidupan umum, gitu lho. Kesannya kalo dakwah adalah bagiannya mereka yang ada di kalangan pesantren atau anak-anak ngaji aja. Anak-anak nongkrong sih nggak tepat kalo berurusan dengan dakwah. Dakwah kesannya jadi tugas mereka yang hobinya dengerin lagu-lagu nasyid macam Demi Masa-nya Raihan. Bukan tugas anak-anak yang hobinya dengerin lagu-lagu pop macam Terima Kasih Cinta-nya Afgan. Halah, itu salah banget, Bro. Nggak gitu deh seharusnya. Sumpah.

Gini nih, sebenarnya urusan dakwah atau tugas dakwah jadi tanggung jawab bersama seluruh kaum muslimin. Cuma, karena tugas dakwah ini cukup berat dan nggak semua orang bisa tahan menunaikannya, jadinya dakwah secara tidak langsung diserahkan kepada mereka yang ngerti aja. Anggapan seperti ini insya Allah nggak salah. Cuma, kalo dengan alasan seperti ini lalu kaum muslimin yang belum ngerti atau masih awam tentang Islam jadi bebas untuk nggak berdakwah, atau nggak mau terjun dalam dakwah, itu tentu salah, Bro. Why? Karena tetap aja punya kewajiban untuk belajar. Tetap punya kewajiban mencari ilmu. Jadi, nggak bisa bebas juga kan? Malah kalo nekat nggak mau belajar dan nggak mencari ilmu, hal itu dinilai berdosa, man! Bener.

Baginda kita, Rasulullah Muhammad saw. bahkan menyatakan bahwa aktivitas belajar dan mencari ilmu adalah kewajiban bagi seluruh kaum muslimin dari buaian ibu hingga ke liang lahat. Kalo mencari ilmu itu adalah wajib, berarti bagi yang nggak mencari ilmu selama hidupnya, jelas berdosa dong. Allah Swt. bahkan menjamin orang-orang yang beriman dan berilmu akan diberikan derajat lebih tinggi dibanding orang yang nggak berilmu (apalagi nggak beriman). Firman Allah Swt.:

“…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Mujâdalah [58]: 11)

Bro, emang bener banget. Urusan dakwah ini sangat erat hubungannya dengan tingkat keilmuan. Dakwah itu jelas membutuhkan ilmu. Jadi, betul kalo dikatakan bahwa tugas berdakwah hanya diberikan kepada mereka yang udah menguasai ilmu agama. Tapi, buat kita yang belum menguasai ilmu agama secara mantap bukan berarti nggak ada kewajiban dakwah. Sebab, rasa-rasanya untuk ukuran sekarang nih, nggak mungkin banget ada kaum muslimin yang nggak ngerti sama sekali tentang Islam. Pasti deh, satu keterangan atau dua keterangan dalam ajaran agama Islam sudah pernah didengarnya dan menjadi pengetahuannya. So, sebenarnya tetap punya kewajiban nyampein dakwah meskipun cuma sedikit yang diketahui. Kalo pengen lebih banyak tahu tentang Islam, ya tentu saja kudu belajar lagi dan mencari ilmu lagi. Sederhana banget kan solusinya? Insya Allah kamu pasti bisa ngejalaninya, asal kamu mau. Yakin deh.

Mengapa dakwah itu wajib?

Jawabnya gini, sebab Islam adalah agama dakwah. Salah satu inti dari ajaran Islam memang perintah kepada umatnya untuk berdakwah, yakni mengajak manusia kepada jalan Allah (tauhid) dengan hikmah (hujjah atau argumen). Kepedulian terhadap dakwah jugalah yang menjadi trademark seorang mukmin. Artinya, orang mukmin yang cuek-bebek sama dakwah berarti bukan mukmin sejati. Bener, lho. Apa iya kamu tega kalo ada teman kamu yang berbuat maksiat kamu diemin aja? Nggak mungkin banget kan kalo ada temen yang sedang berada di bibir jurang dan hampir jatuh, nggak kamu tolongin. Iya nggak sih?

Boys and gals, bahkan Allah memuji aktivitas dakwah ini sebagai aktivitas yang mulia, lho. FirmanNya:

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim” (QS Fushshilat [41]: 33)

Dalam ayat lain Allah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk berdakwah. Seperti dalam firmanNya:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS an-Nahl [16]: 125)

Menyeru kepada yang ma’ruf (kebaikan) dan mencegah dari perbuatan munkar merupakan identitas seorang muslim. Itu sebabnya, Islam begitu dinamis. Buktinya, mampu mencapai hingga sepertiga dunia. Itu artinya, hampir seluruh penghuni daratan di dunia ini pernah hidup bersama Islam. Kamu tahu, ketika kita belajar ilmu bumi, disebutkan bahwa dunia ini terdiri dari sepertiga daratan dan dua pertiga lautan. Wah, hebat juga ya para pendahulu kita? Betul, sebab mereka memiliki semangat yang tinggi untuk menegakkan kalimat “tauhid” di bumi ini. Sesuai dengan seruan Allah (yang artinya): “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.” (QS al-Baqarah [2]: 193)

Kini, di jaman yang udah jauh berubah ketimbang di “jaman onta”, arus informasi makin sulit dikontrol. Internet misalnya, telah mampu memberikan nuansa budaya baru. Kecepatan informasi yang disampaikannya ibarat pisau bermata dua. Bisa menguntungkan sekaligus merugikan. Celakanya, ternyata kita kudu ngurut dada lama-lama, bahwa kenyataan yang harus kita hadapi dan rasakan adalah lunturnya nilai-nilai ajaran Islam di kalangan kaum muslimin. Tentu ini akibat informasi rusak yang telah meracuni pikiran dan perasaan kita. Utamanya remaja muslim. Kita bisa saksikan dengan mata kepala sendiri, bahwa banyak teman remaja yang tergoda dengan beragam rayuan maut peradaban Barat seperti seks bebas, narkoba, dan beragam kriminalitas. Walhasil, amburadul deh!

Itu sebabnya, sekarang pun dakwah menjadi sarana sekaligus senjata untuk membendung arus budaya rusak yang akan menggerus kepribadian Islam kita. Kita lawan propaganda mereka dengan proganda kembali. Perang pemikiran dan perang kebudayaan ini hanya bisa dilawan dengan pemikiran dan budaya Islam. Yup, kita memang selalu “ditakdirkan” untuk melawan kebatilan dan kejahatan.

Sobat muda muslim, Islam membutuhkan tenaga, harta, dan bahkan nyawa kita untuk menegakkan agama Allah ini. Dengan aktivitas dakwah yang kita lakukan, maka kerusakan yang tengah berlangsung ini masih mungkin untuk dihentikan, bahkan kita mampu untuk membangun kembali kemuliaan ajaran Islam dan mengokohkannya. Tentu, semua ini bergantung kepada partisipasi kita dalam dakwah ini.

Coba, apa kamu nggak risih dengan maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja? Apa kamu nggak merasa was-was dengan tingkat kriminalitas pelajar yang makin tinggi? Apa kamu nggak kesel ngeliat tingkah remaja yang hidupnya nggak dilandasi dengan ajaran Islam? Seharusnya masalah-masalah model beginilah yang menjadi perhatian kita siang dan malam. Beban yang seharusnya bisa mengambil jatah porsi makan kita, beban yang seharusnya menggerogoti waktu istirahat kita, dan beban yang senantiasa membuat pikiran dan perasaan kita nggak tenang kalo belum berbuat untuk menyadarkan kaum muslimin yang lalai.

Untuk ke arah sana, tentu membutuhkan kerjasama yang solid di antara kita. Sebab, kita menyadari bahwa kita bukanlah manusia super yang bisa melakukan aksi menumpas kejahatan hanya dengan seorang diri. Kalo kita ingin cepat membereskan berbagai persoalan tentu butuh kerjasama yang apik, solid dan fokus pada masalah. Pemikiran dan perasaan di antara kita kudu disatukan dengan ikatan akidah Islam yang lurus dan benar. Kita harus satu persepsi, bahwa Islam harus tegak di muka bumi ini. Kita harus memiliki cita-cita, bahwa Islam harus menjadi nomor satu di dunia untuk mengalahkan segala bentuk kekufuran. Itulah di antaranya kenapa kita wajib berdakwah, Bro. Semoga kamu paham.

Dakwah itu tanda cinta

Bro en Sis, seharusnya kita menyambut baik orang-orang yang mau meluangkan waktu dan mengorbankan tenaganya untuk dakwah menyampaikan kebenaran Islam. Sebab, melalui merekalah kita jadi banyak tahu tentang Islam. Kita secara tidak langsung diselamatkan oleh seruan mereka yang awalnya kita rasakan sebagai bentuk ‘kecerewetan’ mereka yang berani ngatur-ngatur urusan orang lain. Padahal, justru itu tanda cinta dari sesama kaum muslimin yang nggak ingin melihat saudaranya menderita gara-gara nggak kenal Islam dan nggak taat sama syariatnya.

Rasulullah saw. bersabda: “Perumpamaan keadaan suatu kaum atau masyarakat yang menjaga batasan hukum-hukum Allah (mencegah kemungkaran) adalah ibarat satu rombongan yang naik sebuah kapal. Lalu mereka membagi tempat duduknya masing-masing, ada yang di bagian atas dan sebagian di bagian bawah. Dan bila ada orang yang di bagian bawah akan mengambil air, maka ia harus melewati orang yang duduk di bagian atasnya. Sehingga orang yang di bawah tadi berkata: “Seandainya aku melubangi tempat duduk milikku sendiri (untuk mendapatkan air), tentu aku tidak mengganggu orang lain di atas.” Bila mereka (para penumpang lain) membiarkannya, tentu mereka semua akan binasa.” (HR Bukhari)

Sobat, dakwah adalah darah dan napas kehidupan Islam. Itu sebabnya, kita yang masih remaja pun dituntut untuk mampu tampil sebagai pengemban dakwah yang handal. Kita khawatir banget, seandainya di dunia ini nggak ada orang-orang yang menyerukan dakwah Islam, bagaimana masa depan kehidupan umat manusia nanti? Jangan sampe Islam dan umat ini hanya tinggal “kenangan”. Yuk, kita kaji Islam biar mantap dan semangat mendakwahkannya. 




Baca artikel Cerpen cerpen nya !!

3 Hari Bersama Mereka


Siang ini semua masih biasa dengan siang-siang sebelumnya. Siang ini masih terasa panas. Siang ini matahari masih setia melakukan tugasnya. Siang ini ozon yang membolong masih tetap tak mampu menahan sinar ultraviolet –malah bertambah parah-

Tapi ada yang tidak biasa di siang ini. Dua gadis yang masih memakai seragam sekolah mereka, kelihatan celingak-celinguk memperhatikan orang-orang yang berseliweran di daerah lampu merah itu, seperti ada yang mereka cari.
“Jadi lo mau nge-riset tentang apa nich Sa?” satu dari dua gadis itu membuka suara lebih dulu “gue kayaknya uda dapet dech” lanjutnya tapi dengan suara yang mengandung keraguan.
“Belum tau  Re, masih bingung gue” satunya lagi menanggapi dengan suara bernada hampir putus asa “emang lo mau riset siapa?”
“Tapi lo jangan ketawa ya!?”
“Iya”
“Tuh..” gadis itu menunjuk ke arah laki-laki yang memakai dress bling-bling, berdandan norak dan memakai wig.

Salsa langsung terkejut, tercengang, tak percaya dan bengong dalam waktu bersamaan. Sesaat kemudian tak ada tanda-tanda dia mau menertawakan “pilihan” yang akan di-riset oleh Rena. Dan memang dia tidak akan melakukan itu, yang terjadi justru sebaliknya. Dia sangat takut dengan manusia peralihan seperti itu.
“Sa….” Yang dipanggil tak menyahut. “SALSA!!” ulang Rena dengan nada gila-gilaan, kontan yang dipanggil tersentak kaget.
“Apaan sich lo? Lo kira gue budek kayak elo?”
“Hehe, sory…. Abis lo dipanggil sekali gak ngeh. Kenapa sich liatin itu mas-mas eh itu mbak-mbak sampe segitunya?”
“Gue masih trauma ama banci, karena waktu TK dulu gue hampir diculik ama makhluk peralihan kayak gitu, untung aja ada yang jaga warung sekitar situ curiga gue datarik-tarik masuk taksi, terus dia langsung teriak-teriak dan ngedatangi gue terus ngerebut gue dari tu banci, jadinya selamat dech gue”

Dengan wajah prihatin yang dibuat-buat Rena berkata dengan nada simpati, “Tragis amat kisah lo sob, huhu, terharu gue. Kayak……cerita di sinetron. Hahahaha”
“Iyah, ketawa terus. Puas-puasin aja lo ngetawai gue” Tapi orang yang dimaksud Salsa dalam sindirannya malah nyengir-nyegir kuda. “Lagian kenapa sich lo milih makhluk peralihan gitu buat diwawancari dalam riset lo?”
“Yaaaa soalnya kan jarang banget tuh yang kepikiran kalau salah satu human trafficking itu mbak jadi-jadian kayak gitu”
“Emmm gitu ya?”
“Gak usah pasang tampang oon gitu dech, karena muka lo uda oon dari sono nya” Rena mencibir, sementara Salsa mendengus kesal. “Kan biasanya orang pada mikir kalau makhluk peralihan kayak gitu tu pada suka mangkal bukannya ngamen di traffic light kayak gini” lanjutnya kemudian dengan nada mantap, yang diberi penjelasan cuma manggut-manggut aja.
“Iya deh, gue manut aja sama elo. Kalau gue bilang gak bisa habis pala gue lo jitakin”
“Bagus, yauda yok!!” Rena menarik tangan Salsa.
“Eh….eh…. mau lo ajak ke mana gue?” Salsa mempertahankan posisinya
“Ya mau wawancarain tu mbak-mbak la”
“Ogah ah,” muka Salsa pucat “lo aja sendiri. Gue nunggu di sini”
“Lo gak kenapa-napa nunggu di sini sendirian?”
“Justru kalau gue ikut lo ke sana gue malah kenapa-napa. Mending gue di sini aja dech, sekalian nyari-nyari inspirasi apa yang mau gue riset.”
“Ya uda, gue ke sana dulu ya..” Rena pergi ke arah mbak-mas itu.

Salsa menunggu Rena di tempat mereka mengintai tadi. Matanya tertuju ke depan, namun telinganya  masih dapat menangkap dialog Rena dengan makhluk yang menjadi pobia-nya itu. Rena mulai memperkenalkan diri. Memperlihatkan identitas diri dan surat ijin dari Pak Radit untuk melakukan riset ini. Dan mulailah meluncur pertanyaan demi pertanyaan.

Di saat itulah, saat matanya tertuju kedepan itu, walaupun pandangannya terhalang sesekali oleh mobil yang berseliweran, dia melihat sesuatu yang agak menarik perhatiannya.

Agak menjorok ke dalam dari pasar besar, di arah menuju perkampungan kumuh, berdiri sebuah tenda. Tenda sederhana yang hanya terdiri dari terpal biru yang biasa dipakai oleh tukang angkut sayur di gerobaknya dan hanya di sangga oleh tiang dari bambu seperlunya. Di bawah tenda itu tersusun meja-meja dan kursi-kursi panjang-yang bisa diduduki oleh beberapa orang- yang sekarang dihuni oleh anak-anak yang berpakaian kumal. Dan di depan mereka, ada seorang pria seperti seorang guru, berdiri dan tampak menunjuk-nunjuk papan tulis sambil menjelaskan sesuatu.

Dia penasaran. Sambil berjalan hendak menyeberangi jalan, dia sedikit berteriak pada Rena “Re, gue ke sana bentar” katanya sambil menunjuk ke depan. Yang diteriaki cuma mengangguk sekilas karena dia sendiri pun sedang berkonsentrasi pada wawancaranya.

Dia berhasil sampai di seberang, dan segera melangkah mendekati tenda itu. Tapi gadis itu tidak langsung mendatangi tenda itu. Dia berdiri mengamati dari jarak yang cukup jelas untuk melihat ke sana dan tidak mengundang kecurigaan. Tiba-tiba ada seorang ibu separuh baya berjalan hendak melawatinya. “Pas, ada tempat untuk bertanya” pikirnya.
“Maaf buk, saya boleh nanyak?” Salsa langsung  menghentikan langkah si ibu begitu si ibu lewat di depannya.
“Mau nanyak ape neng?” Hwa, ternyata tu ibuk turunan betawi.
“Mmmm, itu kegiatan apa ya kalau boleh tau?”
“Oh ntu, ntu mah ude biyase tiap harinye begono. Anak-anak di mari pade belajar bace ame nulis.”
“Hari minggu juga?”
“Iye, tapi kayaknye kalau hari minggu pade ngegambar atau buat-buat ape gitu.”
“Kira-kira mereka ngumpul gitu jam berapa ya buk?”
“Biyasenye sih sebelum zuhur tu anak-anak ude pade bedatangan, soalnye sebelum belajar ntu guru pasti ngajak anak-anak shalat berjamaah di mushallah dekat situ.”
“Oh gitu, kalau gitu makasih ya buk” Salsa menanggapi sambil tersenyum sama si ibuk.
“Iye, same-same” Si ibuk pun menyahut sambil berlalu.

Salsa masih senyum, “Nice!!” serunya dalam hati. Dan dengan langkah riang, dia kembali ke tempat dimana dia menunggu Rena tadi. Dan sekarang ganti Rena yang menunggunya.
“Uda siap wawancaranya Re?” Salsa langsung bertanya pada Rena begitu dia berhasil menyeberang kembali.
“Uda. Besok gue tinggal ngikuti kegiatannya dia, sambil dokumentasi beberapa yang perlu. Habis itu gue bisa langsung nulis essay-nya.” Rena menjelaskan “Lo sendiri gimana? Kayaknya cerah banget ni, uda dapat inspirasi ya?” Kali ini Rena menebak sambil senyum.
“Hehe. Emang uda”
“Apaan?” Tanya Reena penasaran
“Lo liat dech Re, ke seberang jalan situ.”

Rena menajamkan penglihatan. Dilihatnya ke arah yang ditunjuk Salsa. Dan karena memang Rena gak rabun, tentu saja yang dilihatnya sama persis seperti yang diamati Salsa tadi.
“Pondok belajar anak-anak jalanan itu?” Rena mengernyitkan dahi, Salsa mengangguk. “Bukannya tema kayak gitu uda biasa banget ya Sa?”
“Kalau temanya uda biasa, tapi cara mengamati, meriset dan nulisnya jadi essay dengan cara yang berbeda, hasilnya jadi gak biasa kan?” Salsa meyakinkan Rena
“Iyah, kalau elo yang ngamati, ngeriset dan nulis essay-nya hasilnya memang bakal jadi gak biasa. Jadi makin hancur dari kebanyakan orang yang uda nulis itu, gitu kan maksud lo?”

Dug!!
Satu jitakan telak dari Salsa singgah di kepala Rena. Rena cuma bisa meringis karena kesakitan, tapi sambil cengar-cengir. Senang juga dia karena berhasil menggoda Salsa, temannya dari jaman masuk SMP dulu.
“Tega lo sama temen sendiri” tampang Salsa mulai memprihatinkan.
“Ouuu, cup cup. Maaf dech Sa. Jangan patah semangat gitu donk. Gue gak maksud koq nyurutin semangat lo. Gue bakal nge-dukung apa pun yang bakalan lo lakuin asal itu bener. Okey?” Rena membujuk Salsa “Keep Smile!”

Selalu ada maaf untuk teman. Seberapa besar pun kesalahannya, selalu ada celah yang membuat kita tidak tahan berlama-lama mendiamkannya. Walaupun kadang dia menjengkelkan, tapi justru dia yang menghadirkan tawa dalam hidup kita. Menyeka air mata kita, memberi semangat saat kita jatuh, dan menawarkan sejuta bantuannya saat kita terpuruk.
“Iyah deh. Besok kita ke sini lagi kan?” tampang memprihatinkan Salsa mulai hilang dan perlahan digantikan oleh senyum.
“Jelas donk. Gue juga kan belum siap seluruhnya riset tentang mas-mas itu. Lagipula gue kan mesti nemenin lo buat nyiapin riset lo.”
“Lo manggil dia mas-mas? Gak mbak-mbak lagi? Emang dia gak marah?”
“Dia bukan beneran banci lagi Sa, dia gitu cuma waktu ngamen doank. Lo tau gak, ternyata dia itu uda mahasiswa. Dan dia ngamen buat nutupi kekurangan kiriman orang tuanya di kampung tiap bulannya. Katanya sich, kalau dia ngamen bentuknya dalam wujud asli alias cowok, orang-orang pada nyangka kalau di itu copet di balik topeng pengamen. Makanya dia dandan gitu. Terus katanya lagi nih, hasilnya lumayan juga, soalnya orang-orang pada ketawa kalau liat dia lagi show, haha” Rena semangat banget dengan ceritanya.
“Menarik juga cerita tu orang.” Salsa bergumam “Pulang yuk Re, uda hampir jam tiga nih. Ntar lo dicariin ibuk kost lo lagi.”
“Ya udah yuk”

Mereka berdua jalan ke arah dimana motor Salsa mereka parkirkan. Tanpa banyak kata-kata lagi, Salsa memacu sepeda motornya dengan Rena di boncengan. Jilbab keduanya melambai-lambai terkena tiupan angin.

Salsa terlebih dahulu mengantar Rena ke kost-annya. Setelah beramah tamah sebentar dengan ibuk kostnya Rena, dia melanjutkan memacu motornya ke arah  rumahnya yang cuma berjarak satu kilometer dari kost-an Rena.
***

Seperti siang kemarin, sepulang sekolah dan terlebih dahulu menyempatkan diri shalat zuhur di mushallah sekolah, kedua gadis itu kembali lagi ke daerah lampu merah itu. Rena-seperti rencananya kemarin- mengikuti mas-mas yang berdandan norak itu. Sementara Salsa kembali lagi ke pondok belajar itu. Tidak seperti kemarin yang hanya mengamati, hari ini dia mendatangi pondok belajar itu. Tapi tidak ada seorang pun di sana. Hanya ada buku-buku lusuh dan pensil di atas meja-meja, Koran-koran yang belum terjual bersama dagangan asongan di sudut-sudut tenda.
“Mungkin lagi shalat” Salsa meyakinkan diri sendiri dalam hati “tunggu aja dech”. Dan benar saja tak lama kemudian terdengar langkah kaki beberapa orang diiringi dengan celoteh anak-anak. Mereka tampak terkejut melihat kedatangan Salsa. Beberapa bahkan bertanya pada pria yang dianggap Salsa guru anak-anak itu, “Kak, itu siapa?” Salsa tersenyum menanggapi kebingungan mata-mata di depannya itu.
“Kalian duduk dulu ya di kursi masing-masing” anak-anak itu menurut pada guru mereka.
“Sebentar mbak” Kemudian dia mengajak Salsa agak menepi.
“Kalau boleh tau…”
“Saya Salsa Nur Atifah” Salsa memotong perkataan laki-laki itu dengan memperkenalkan diri tapi tanpa mengulurkan tangan. Dia yakin laki-laki di hadapannya itu takkan tersinggung dengan yang dilakukannya, karena dia juga yakin laki-laki ini paham dengan hal yang seperti itu, terbaca dari wajahnya yang bercahaya.
“Saya Al Ghiffary”
“Mmmm, Saya dari SMA Pendiri Bangsa” Salsa menunjukkan KTS-nya
“Saya percaya koq, keliatan dari simbol kamu” Al menunjuk lengan kanan Salsa sambil tersenyum “Itu kan sekolah-nya famous banget”

Salsa senyum, sambil menarik kembali KTS-nya. “Ngg, gini, sebagai tugas akhir semester genap angkatan saya dapat tugas dari guru sosiologi kami mengenai riset tentang jenjang sosial. Dan saya kebagian tema human trafficking. Jadi….”
“Jadi kamu mau riset pondok belajat dan anak-anak ini?” Sekarang ganti Al yang memotong perkataan Salsa.

Salsa hanya mengangguk. “Huft…..untung dia ngerti, jadi gak capek-capek ngejelasin” Salsa bersyukur dalam hati. “Ini surat ijin dari guru dan sekolah” Salsa berkata sambil menyerahkan kertas yang dibagikan oleh Pak Radit di hari dia memberikan tugas itu. Al mengangguk-angguk pelan.
“Oke, kamu boleh mengamati kegiatan kami di sini sampai essay kamu selesai” Al cepat tanggap membaca isi surat itu
“Makasih” Salsa tersenyum lega dan puas. Al melanjutkan tugasnya seperti biasa, menjelaskan pengetahuan-pengetahuan umum pada anak-anak jalanan itu dan menjelaskan lebih men-detail bila ada yang bertanya. Disamping itu, dia masih harus membimbing anak-anak yang masih buta huruf. Baik itu buta huruf latin maupun buta huruf hijaiyah.

Sementara Salsa mengeluarkan note dan kamera digital yang dipinjamnya dari mas Adit, kakak laki-laki Salsa satu-satunya. Dia mencatat hal-hal yang dianggapnya perlu, pantas diingat dan pantas diikutsertakan dalam essay-nya nanti. Sesekali dia mengabadikan cara anak-anak itu belajar dengan kameranya, ketika mereka mengacungkan tangan untuk bertanya maupun menjawab pertanyaan dari Al, saat wajah-wajah kebingungan mereka muncul ketika ada yang tidak dipahami dan tidak dapat dicerna seluruhnya oleh otak anak-anak mereka dan lain sebagainya.

Hari menjelang sore. Anak-anak itu mulai memberesi buku-buku lusuh mereka dan juga barang-barang dagangan mereka. Tak lama kemudian, anak-anak itu sudah benar-benar bubar, ada yang sepertinya kembali ke rumah ada juga yang melanjutkan menjajakan dagangannya lagi atau melanjutkan mengamennya. Tinggal Al dan Salsa di pondok belajar itu.
“Gak bosen cuma liatin kami sambil nulis dan moto-moto doank?” Al membuka suara
“mmmm, hehe, sebenernya sich iya, bosen” aku Salsa malu.
“Kenapa besok gak nyoba aja ngajari mereka?”
“Ide bagus!!” sahut Salsa senang, tapi sedetik kemudian ada nada keraguan “eeehh, emang boleh?” tanyanya takut-takut
“Ya jelas boleh la,” Al senyum “Kamu liat kan aku cuma sendiri ngajari mereka, pasti bakalan bekurang repotnya kalau kamu bantuin, hehe. Walaupun ya cuma beberapa hari ini”
“Aku dijadiin azas manfaat donk?” Salsa cemberut
“Haha, ya gak la. Kamu nanti bisa nulis bagian ini di essay kamu. Jadi untung buat kamu juga kan?”
“mmmm, iya uga sich. Hehe, thanks ya, itu saran bagus banget” Salsa cerah kembali “by the way, kita pake aku-kamu nih, gak saya-saya’an lagi?”
“Kenapa?” Al tersenyum geli
“Kayaknya kamu lebih tua dari aku, gak sopan kan kalau kamu-kamu’in yang lebih tua”
“Emang aku setua itu apa, haha. Panggil kakak atau mas juga boleh dech”

Suasana mencair, Al lalu bercerita kalau dia mahasiswa jurusan psikologi tahun pertama, yang berarti baru aja menuntaskan masa-masa SMA-nya tepat saat Salsa baru merasakan masa-masa yang dirasakan Al dulu. Lalu tentang dia yang mengajari anak-anak tiap hari, bagaimana awalnya dia tertarik mengabdikan diri di sini, bagaimana dia menyesuaikan waktu kuliahnya dengan waktu mengajari anak-anak itu, dan seterusnya, dan seterusnya.

Salsa sendiri heran mengapa dia bisa ngobrol sedekat ini dengan Al. padahal dengan mas-nya sendiri aja-yang umurnya gak jauh beda dari Al- dia gak pernah seperti ini.

Obrolan mereka memang dekat tapi bukan berarti jarak mereka duduk juga dekat. Al duduk di bangku terdepan yang dianggap oleh anak-anak jalanan itu bangku guru mereka, sementara Salsa duduk di kursi deretan kedua dimana anak-anak yang barusan bubar tadi belajar. Sejak awal Salsa memang sudah yakin seperti apa Al.

Di saat mereka ngobrol, dan sesekali Salsa bertanya tentang risetnya, Rena muncul. “Assalamualaikum” katanya
“Wa alaikum salam wa rahmatullah” Salsa dan Al menjawab serempak.
“Uda kelar Re?” Salsa bertanya
“Alhamdulillah uda, lo gimana?” Rena balik bertanya
“Kayaknya gue butuh waktu dua hari lagi buat ngamati di sini, sekalian bantu-bantu kak Al ngajari anak-anak”

Rena mengerutkan dahinya.
“Oh iya, gue lupa” Salsa cengengesan “Re, ini kak Al. Yang tiap harinya ngajari anak-anak disini. Kak, Ini Rena sahabat aku dari SMP, kebetulan kita dapat tema yang sama” Rena menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada sambil tersenyum, begitu juga Al.
“Emang biasanya ngajari anak-anak itu selalu sendirian ya mas?” Tanya Rena
“Gak, biasanya gantian sama temen. Namanya kang Rahman, Tapi ini lagi gak bisa masuk istrinya baru melahirkan” Rena ber-ooh.

Tanpa terasa waktu menjelang Ashar. Rena dan Salsa segera berpamitan pada Al. Seperti kemarin, Salsa mengantar Rena terlebih dahulu baru kemudian lanjut ke rumahnya.
***

Hari ini Salsa datang lagi ke pondok belajar itu, tapi ditemani Rena yang riset-nya telah selesai. Setelah shalat berjamaah, proses belajar di mulai seperti biasa. Tapi hari ini anak-anak itu lebih bersemangat. Karena Salsa dan Rena membawa banyak buku-buku bacaan. Walaupun tidak baru, setidaknya buku-buku tersebut masih layak di pakai.

Salsa terharu, agak teriris juga hatinya melihat anak-anak itu begitu senang menerima buku darinya. Tampak bersyukur meskipun yang didapat bukanlah buku baru. Sementara dirinya yang setiap bulan pasti mendapatkan koleksi buku baru-karena Ayah Salsa punya kantor penerbitan buku sendiri- merasa biasa-biasa saja. “Makasih ya kak” tak putus-putus anak-anak itu berterimaksih pada Salsa dan Rena, diiringi dengan senyum tulus.

Sesuai dengan obrolan Salsa dengan Al kemarin, hari ini Salsa membantu mengajari anak-anak. Dia mengajari anak-anak yang belum pandai membaca dengan huruf latin. Sementara Rena yang bacaan Al-Qur’annya dianngap Salsa lebih fasih daripada dirinya sendiri, dibujuk Salsa agar mengajari anak yang belum pandai membaca dengan huruf hijaiyah. Tentu saja Rena senang. Setiap ada kesempatan dakwah, mengajari yang baik, Rena tak pernah ketinggalan. Mungkin itulah sebabnya teman-teman dan kakak-kakak kelas banyak yang memilihnya untuk menjadi ketua rohis.
“Kak, kenapa kakak nutupi kepala pake kain gitu?” Tanya seorang anak perempuan berambut ikal pada Salsa dan Rena.
“Ini ajaran agama kita sayang. Wajib hukumnya bagi setiap muslim memakai jilbab” Rena menjawab dengan senyum
“Ibaratnya gini, kamu  punya mainan yang berharga dan indah, pasti kamu gak mau setiap orang bebas memainkannya, karena nanti bisa kotor, hilang atau sebagainya. Tapi bukan berarti pelit ya sayang. Kita cuma mau menjaga apa yang seharusnya kita jaga dari orang banyak. Mungkin sekarang kamu belum ngerti sepenuhnya, tapi nanti lama-kelamaan kamu akan ngerti sendiri.” Sambung Salsa dengan senyum juga
“Aku juga mau pake jilbab” anak perempuan tadi menyahut
“Aku juga”
“Aku juga” anak-anak perempuan lainnya ikut menyahut
“Subhanallah” Salsa dan Rena takjub sendiri dalam hati
“Tapi…” anak perempuan yang bertanya tadi mendadak sedih “kita gak punya baju panjang dan jilbab seperi itu kak
“Kalian mau pakai jilbab aja itu sudah bagus.” Senyum Rena makin mengembang “Insya Allah besok kakak bawakan baju yang layak untuk kalian pakai ya”

Anak-anak perempuan itu bersorak kegirangan. Salsa dan Rena ikut bahagia. Memang kebahagiaan itu akan lebih bermakna, jika kita membaginya dengan orang lain. Bisa tersenyum bersama bahkan bisa lebih disyukuri daripada dapat undian mobil Avanza tapi hanya tersenyum sendirian. Diam-diam Al pun ikut tersenyum menyaksikan kejadian itu.
***

Esoknya, sesuai janjinya kemarin, Rena membawa pakaian muslim anak-anak satu dus besar di tambah satu kantong plastik yang berukuran agak besar juga berisikan jilba-jilbab. Bukan hanya anak perempuan saja yang kebagian, tapi anak laki-laki juga.
“Dari mana baju sebanyak itu Re” Salsa bingung sendiri
“Hehe, semalam kan Ummi gue nengokin gue ke sini. Nah, malamnya itu gue telpon dulu, bilang kalau lagi butuh baju muslim anak buat dibagi-bagiin. Kebetulan kemarinnya itu habis ada yang donor baju banyak banget, uda dibagi-bagiin ke seluruh anak panti masih belebih, Ya uda deh jadi disalurin ke mari.” Senyum Rena mengembang

Ummi-nya Rena memang mendirikan sebuah panti asuhan disamping rumah mereka. Kadang Salsa berpikir, pantas saja rejeki mereka selalu mengalir, karena mereka memelihara anak yatim.

Karena hari ini hari terakhir yang dijadwalkan Salsa sebagai waktu risetnya, dia seperti tak ingin melewatkan sedetik pun kejadian di pondok belajar ini. Dia mengambil gambar semakin banyak dari biasanya, jarang mengedipkan mata dan selalu memekakan diri terhadap anak-anak yang butuh bantuan.
“Kamu boleh koq ke sini lagi walaupun gak dalam rangka riset lagi, kami gak akan menolak kamu maupun Rena. Malah kami bersyukur karena pondok ini semakin ramai karena ada kalian” Al seperti bisa membaca setiap gerakan Salsa. Dikatakannya kalimat itu ketika anal-anak sudah bubar
“Beneran??” mata Salsa berbinar dan di bibirnya terukir senyum. Al mengangguk. “Makasih ya” sambung Salsa lagi.
“Aku juga makasih ya sama kamu sama Rena juga. Uda bikin anak-anak ceria dalam beberapa hari ini” ucap Al tulus, sekarang gantian Salsa mengangguk.
“Kita pulang sekarang Sa?” Rena yang baru dari kamar kecil muncul dan bertanya tiba-tiba
“Mmmm, boleh. Yuk…” Salsa bangkit dari duduknya “Kak, kita pulang dulu ya, mungkin besok kita belum bisa ke sini, karena besok pengumpulan tugasnya”
“Iya, gak papa. Berarti nanti malam donk nyusun essay-nya. Good luck ya” lagi-lagi Al tersenyum tulus. Salsa mengangguk lalu mengucap salam dan berlalu bersama Rena. Sesaat rasa sepi membayangi Al.
***

Seperti yang dikatakan Al, malam ini Salsa menyusun essay nya, diikutsertakannya juga foto-foto yang diambilnya beberapa hari ini. Karena tugas kali ini berbentuk essay, Salsa bebas menuangkan apa yang dirasakannya selama tiga hari yang membuatnya lebih bersyukur akan hidupnya itu. Sementara Rena, essay-nya sudah selesai dari kemarin.

Pak Radit sangat puas dengan hasil riset kedua gadis itu. Dia berniat berkunjung ke pondok belajar yang ditulus Salsa dalam essay-nya. Dan niat itu tak lama-lama hanya berkumandang di mulut saja, karena besoknya ditemani kedua gadis itu, Pak Radit berkunjung ke pondok belajar Al. Dia membawa banyak coklat, coklat yang hanya dibagikan untuk anak-anak yang berani berbicara di depan kelas. Dan juga banyak buku-buku bacaan.

Menjelang Ashar, Salsa dan Rena pamitan. Sebelum mereka benar-benar pergi, Al memanggil Salsa “Sa, boleh minta nomer handphone kamu? Aku pengen belajar dari kamu gimana caranya membagi kebahagiaan dengan orang lain, kayak kamu bisa bikin bahagia anak-anak itu” Salsa senyum, disebutkannya sederet nomor ponsel.

Perjalanan Salsa pulang ke rumah, di lihatnya sore ini lebih cerah dan indah dari sore-sore yang kemarin. Tak henti-hentinya dia tersenyum. Begitu juga dengan Al. Salsa membayangkan setelah ini hari-harinya akan terisi oleh celoteh anak-anak di pondok belajar itu, juga…. Senyuman tulus Al.